REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bila dibandingkan dengan Malaysia,
industri syariah di Indonesia tertinggal cukup jauh. Padahal dari segi
populasi, Malaysia kalah jauh dari Indonesia.
Ketertinggalan ini bisa dilihat dari pangsa pasar kedua negara. Pangsa pasar industri syariah di Malaysia telah menembus angka 20 persen. Sedangkan Indonesia hanya seperlimanya.
"Setiap tahun hanya naik tipis 2-2,5 persen," ujar pengamat keuangan syariah, Syakir Sula, Kamis (4/10).
Penerbitan sukuk di Malaysia juga jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Dilihat dari pangsa pasarnya, penerbitan sukuk di Malaysia sudah mencapai 70 persen bila dibandingkan dengan penerbitan sukuk secara global. Indonesia hanya mampu berkontribusi 7 persen.
Ketertinggalan ini cukup disayangkan karena pertumbuhan industri syariah di Malaysia hanya 10 tahun lebih dulu dari Indonesia. Untuk itu Indonesia harus banyak belajar dari Malaysia.
Syakir mengatakan ada lima pilar yang harus dibenahi agar pangsa pasar syariah semakin meningkat. Lima hal tersebut adalah sumber daya insani, regulasi, institusi, super visi, dan teknologi. Bila kelima hal itu dapat diselesaikan dengan baik, pangsa pasar syariah akan ikut meningkat.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo), Achmad K Permana, mengungkapkan keberpihakan regulator sangat dibutuhkan untuk peningkatan pangsa pasar syariah. Keuangan syariah masih membutuhkan lebih banyak regulasi.
Selain itu ia juga menekankan agar regulator memastikan produk-produk syariah menjadi domain di perbankan syariah. Hal ini dilakukan agar produk syariah tidak terkonversi ke konvensional. "Harus ada keberanian untuk melakukan itu," tegasnya.
Ketertinggalan ini bisa dilihat dari pangsa pasar kedua negara. Pangsa pasar industri syariah di Malaysia telah menembus angka 20 persen. Sedangkan Indonesia hanya seperlimanya.
"Setiap tahun hanya naik tipis 2-2,5 persen," ujar pengamat keuangan syariah, Syakir Sula, Kamis (4/10).
Penerbitan sukuk di Malaysia juga jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Dilihat dari pangsa pasarnya, penerbitan sukuk di Malaysia sudah mencapai 70 persen bila dibandingkan dengan penerbitan sukuk secara global. Indonesia hanya mampu berkontribusi 7 persen.
Ketertinggalan ini cukup disayangkan karena pertumbuhan industri syariah di Malaysia hanya 10 tahun lebih dulu dari Indonesia. Untuk itu Indonesia harus banyak belajar dari Malaysia.
Syakir mengatakan ada lima pilar yang harus dibenahi agar pangsa pasar syariah semakin meningkat. Lima hal tersebut adalah sumber daya insani, regulasi, institusi, super visi, dan teknologi. Bila kelima hal itu dapat diselesaikan dengan baik, pangsa pasar syariah akan ikut meningkat.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo), Achmad K Permana, mengungkapkan keberpihakan regulator sangat dibutuhkan untuk peningkatan pangsa pasar syariah. Keuangan syariah masih membutuhkan lebih banyak regulasi.
Selain itu ia juga menekankan agar regulator memastikan produk-produk syariah menjadi domain di perbankan syariah. Hal ini dilakukan agar produk syariah tidak terkonversi ke konvensional. "Harus ada keberanian untuk melakukan itu," tegasnya.
Redaktur: Fernan Rahadi
Reporter: Friska Yolandha
0 komentar:
Posting Komentar
Kami Mengucapkan Terimakasih Kepada Anda Yang Telah Membaca Tulisan di Blog ini. Kami Minta Maaf Karena Tulisan di Blog KSEI Iqtishad Institute Tidak Bisa di Copy-Paste Untuk Menjaga Keaslian dan Hak Cipta Organisasi.