JAKARTA. Kelompok usaha Kompas Gramedia (KG) siap go public. Salah
satu lini bisnisnya, divisi penerbitan dan toko buku Gramedia, berniat
menawarkan saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia.
CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo mengatakan, saat ini para
pemegang saham masih mematangkan rencana itu. Dia memperkirakan,
keputusan mengenai IPO akan diperoleh sebelum akhir tahun ini. Jika
pemegang saham sepakat, Gramedia bakal mencatatkan sahamnya tahun depan.
"IPO ini tindak lanjut aksi restrukturisasi di Kompas Gramedia, kami
akan memisahkan bisnis yang berhubungan dengan media dan yang tidak,"
ujar Agung kepada KONTAN, belum lama ini.
KG akan membagi unit bisnis berdasarkan jenis usaha. Bagi lini yang
tak berkaitan dengan media, ada opsi agar sahamnya dijual sebagian demi
kelangsungan usaha dan peningkatan good corporate governance
(GCG). Sedangkan, untuk bisnis media, dia memastikan belum akan dijual
ke pihak lain. Pasalnya, hal ini akan mempengaruhi independensi dalam
pemberitaan.
Usaha KG meliputi beberapa divisi, yakni suratkabar, tabloid,
majalah, penerbit, toko buku, percetakan, divisi elektronik dan
multimedia, serta pelatihan dan pendidikan. Ada juga bisnis hotel dan resort, manufaktur, serta businesss of event & venue.
Toko buku Gramedia akan bergabung dengan unit usaha lain, yaitu
divisi penerbitan. Gabungan usaha inilah yang akan IPO. Gramedia
berencana menawarkan sekitar 20% saham IPO. "Harapannya, kami bisa
mendapatkan dana di atas Rp 1 triliun dari IPO," ungkap Agung.
Sebagian dana hasil IPO akan digunakan untuk ekspansi, yakni membuka
toko buku baru. Gramedia mengklaim, saat ini menguasai 60% pangsa pasar
toko buku di Indonesia. Gramedia kini memiliki 103 toko buku di
Indonesia. Sekitar 70% toko buku berada di pusat perbelanjaan. Sisanya
berdiri sendiri.
Gramedia ingin menyeimbangkan komposisi toko buku di pusat belanja
dan lahan tersendiri, yakni menjadi 50%:50%. Hal itu untuk mendongkrak
margin. "Karena kalau sewa tempat di mal mahal, lebih maksimal bangun
toko sendiri," kata Agung.
Langkah ini dilakukan secara bertahap. Dengan skenario itu, Gramedia
setidaknya harus membangun 41 toko baru di lahan tersendiri. Hingga
2016, KG menargetkan jumlah toko buku Gramedia meningkat menjadi 150
toko.
Direktur Bisnis Ritel Gramedia Y. Priyo Utomo optimistis, penjualan di akhir tahun ini bisa tumbuh 12%-15% year-on-year
(YoY). Sayang, ia tidak menyebut nilainya. Hingga akhir kuartal III
2012, Toko Buku Gramedia meraih pertumbuhan penjualan 11% (YoY).
Penjualan selama semester kedua tahun ini diperkirakan lebih tinggi
daripada semester pertama.
Peak season pada awal tahun ajaran baru selama periode
Juni-Juli-Agustus bisa mendongkrak penjualan 20%-25% di atas bulan yang
lain. Setengah penjualan Gramedia berasal dari buku, sedangkan separo
lagi dari non-buku, yang mencakup audio video dan game, musik dan
olahraga, alat tulis, serta elektronik.
Di beberapa toko, kontribusi non-buku malah lebih besar dengan
komposisi 55%:45%. "Kalau buku dan media sudah berubah dari cetak ke
digital, kami juga akan menuju ke sana," ungkap Priyo.
Managing Partner Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe
menilai, ancaman bisnis toko buku Gramedia berasal dari tren
perkembangan teknologi informasi. "Contoh terakhir, Newsweek menutup versi cetak dan beralih ke digital," kata dia.